Senin, 27 Desember 2010

HAKIKAT SHALAT DAN MUNAJAT KEPADA ALLAH


Kita sudah mengetahui bahwa faedah pertama dari shalat ialah:
"Mensucikan hati dari segala dosa berupa penyakit-penyakit hati", karena
pada shalat itu kita menghayati kerendahan diri kita, kehinaannya,
berhajatnya dan terasa hina dan dina hati dan diri kita kepada kehebatan
kebesaran Allah s.w.t. Sebab jiwa dan nafsu yang terkandung di dalam diri,
karakter atau sifatnya adalah selalu ingin meninggi, takabur dan ingin
megah. Maka dengan penghayatan di atas tadi di dalam shalat yang kita
lakukan sucilah hati kita dari segala macam keaiban.

Kemudian faedah yang kedua sebagaimana yang telah kita maklumi, bahwa
shalat itu pada hakekatnya membuka pintu rahasia dari alam jabarut. Artinya,
apabila kita hayati shalat itu dengan khusyuk, ikhlas serta dengan
penghayatan Al-Ihsan, Insya Allah rahasia dari alam yang tidak kita lihat
dan rahasia kebesaran Allah akan disingkap dan dibukakan Allah buat kita,
Insya Allah. Sekarang ini yang mulia Imam Ibnu Athaillah Askandary akan
mengungkapkan kepada kita faedah yang ketiga, yakni shalat merupakan tempat
munajat kita terhadap Allah s.w.t. Maka beliau merumuskan dalam Hakikat
Kalam Hikmahnya yang ke-119 sebagai berikut:

"Shalat itu merupakan tempat berbisik-bisik (munajat) antara hamba
dengan Allah s.w.t. dan tambangan sesuatu yang sifatnya suci. Begitu luas
terdapat didalam shalat berbagai lapangan rahasia dan begitu bersinar di
dalamnya dengan berbagai sinar cahaya."

Kejelasan Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut:

Bahwa faedah yang ketiga daripada shalat ialah: Di dalam shalat itu
seorang hamba Allah dapat berdialog dengan berbisik antaranya dengan Allah,
dia membisikan segala sesuatu kepada Allah melalui zikirnya, bacaannya yang
diikuti dengan hati dan perbuatannya. Sedangkan tanggapan bisik yang
sifatnya dialog itu dari Allah s.w.t. bahwa Allah memberikan pemahaman ke
dalam hati hambaNya sekalian dan membuka pada hati hambaNya rahasia-rahasia
alam malakut dan jabarut sesuai dengan ukuran limpahanNya, melihat kepada
besar kecilnya penghayatan hamba itu dalam pelaksanaan shalatnya.

Inilah pengertian Hadis Nabi s.a.w. yang berbunyi:

"Orang yang melakukan shalat itu berarti berbisik-bisik yang bersifat
dialog (munajat) terhadap TuhanNya."

Dan inilah pula pengertian yang dapat kita fahami dari sabda Rasulullah
s.a.w. dalam Hadis Qudsi sebagai berikut:

"Allah telah berfirman: Aku bagikan shalat itu antaraKu dan antara
hambaKu dan berhaklah bagi hambaKu apa-apa ia mohonkan, maka apabila hamba
itu berkata: Al-Hamdulillaahi rabbil 'alamin, Allah menjawab: Aku telah
dipuji oleh hambaKu. Kemudian apabila hamba itu mengatakan:
Arrahmanirrahiim, Allah menjawab: HambaKu telah memuliakan akan Daku.
Kemudian apabila dia mengatakan : Maaliki yaumiddiin, Allah menjawab:
HambaKu telah menyerahkan (kedaannya) kepadaKu. Kemudian apabila dia
mengatakan: Iyyaaka na'budu wa iyyaka nasta'in, Allah menjawab: Inilah
antaraKu dan antara hambaKu (dia menyembahKu dan Aku membantunya). Kenudian
apabila dia mengatakan: Ihdinash-shiraathal mustaqim, (hingga akhir ayat),
Allah menjawab: Inilah buat hambaKu dan berhaklah bagi hambaKu apa-apa yang
ia mohonkan."

Dengan demikian maka jelas bahwa kita bershalat, artinya bermunajat
kepada Allah, memohonkan pendekatan diri kita kepadaNya. Sehingga mantaplah
kecintaan hati kita itu bersih daripada kekeruhan, kekerasan, sehingga
bersambunglah kecintaan kita dengan Allah yang kita cintai dalam keadaan
kemurnian dan kesucian.

Faedah yang keempat dari shalat, merupakan tambangan atau tempat
kesucian hati dan jiwa, oleh sebab itu maka munajat kita dalam shalat
bertolak daripada hati yang suci dan jiwa yang murni. Kesucian hati dan
kemurnian jiwa adalah lebih tinggi dan lebih halus daripada munajat itu
sendiri. Karena itulah maka salah seorang ahli fikir Islam dan Tasawuf
bernama Umar Ibnul Faaridh (1180-1234H.) kelahiran Kairo mengungkapkan
syairnya sebagai berikut:

Dan sungguh benar aku bersunyi diri serta yang tercinta, dan
antara kami Rahasia yang lebih halus dari angin segar apabila berhembus

Inilah kesucian hamba terhadap Tuhannya sehingga Dia tidak
mempertaruhkan hambaNya kepada lainNya. Apabila jalinan kesucian ini telah
sempurna dan kecintaan dari hamba kepada Allah merupakan kecintaan yang
agung, barulah jiwa si hamba dibersihkan Allah dari segala macam hijab dan
terbukalah pintu antara hamba dengan Tuhannya. Pada waktu itu jiwanya tidak
sempit lagi menghadapi segala macam selain Allah dengan segala macam
tentangannya.

Faedah yang kelima dari shalat itu, bahwa di dalam shalat terkembanglah
keluasan lapangan berbagai rahasia dari alam mayapada ini, karena jiwa orang
bershalat telah merasa tenang dan senang. Ia dapat berfikir dalam keluasan
cahaya dari jiwa itu sendiri berkelana dalam alam malakut dan alam jabarut.

Faedah keenam pada shalat ialah: Seorang hamba Allah yang shaleh dalam
mengerjakan shalatnya akan terpancar padanya cahaya rahasia Dzat Allah dan
cahaya daripada difat-sifat Allah, dengan demikian terarahlah penghayatan
bathinnya kepada Allah sehingga ia lupa selainNya. Ini disebut dengan
"Al-Fana". Dan karena sifat-sifat Allah mempengaruhi kepada bathinnya maka
dia lupa kepada keberadaannya sebagai manusia dan inilah yang disebut dengan
"Al-Baqa". Maka di satu sudut dia sangat berpegang kepada Hablun minallaah
dan di sudut lain dia tidak meremehkan Hablun minan-naas.

Kesimpulan:

Alangkah indahnya shalat, pada lahiriahnya memang merupakan perintah
Allah terhadap hamba-hambaNya tetapi pada hakikatnya shalat adalah merupakan
hubungan yang intim dan indah antara hamba dengan yang Maha Pencipta. Maka
adalah shalat itu nilai dasarnya merupakan kesyukuran kita selaku hambaNya,
yang dibedakan Allah dari makhluk-makhluk lainnya, sehingga jadilah kita ini
sebagai khalifahNya, khusus
di atas permukaan bumi ini.

Semoga keindahan shalat dapat kita rasakan dengan izin Allah dan
ridhaNya.

Amin.

0 komentar:

 

..:::Hati Pencari Cinta ILahi:::.. Blogger Templates Designed by Buat Sendiri | Karya Tangan Terampil. Hati Muhasabah Sang Ikhwan Lahir: 06-01-92. Featured on Karanganyar. © 2011